Senin, 22 Juni 2009

MUHAMMADIYAH DI KECAMATAN KUTOWINANGUN

A. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI KUTOWINANGUN

Surat Ali-‘Imron ayat 104 merupakan pemicu, pemberi semangat, menjadi ruh berdirinya Muhammadiyah :
Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.

Muhammadiyah di Kutowinangun berdiri sekitar tahun 1930. Pada tahun 1963 didirikan Ranting Muhammadiyah dan TK Aisyah. Pada tahun 1967 didirikan SMP Muhammadiyah. Pada tahun 1970 didirikan Cabang Muhammadiyah. Pada tahun 1973 didirikan Rumah Sakit Bersalin Siti Khotidjah. Pada tahun 1979 didirikan SMA Muhammadiyah. Pada tahun 1995 didirikan SMK Muhammadiyah.
Ketua PCM Periode I : Bpk K. H. Yusuf Subagyono
Ketua PCM Periode II : Bpk Fathurrohman
Ketua PCM Periode III : Bpk K. H. Umadi Hasim (1977-2000)
Ketua PCM Periode IV : Bpk Darsum Ismail (2001-2004)
Ketua PCM Periode V : Bpk Istiqlal Amirrudin (2005-2010)

B. STRUKTUR ORGANISASI PIMPINAN CABANG MUHAMMADIYAH KUTOWINANGUN TAHUN 2005-2010
Ketua : Bpk Istiqlal Amiruddin KTAM.984.864
Wakil Ketua : Bpk M. Nasihuddin, BA. KTAM.629.422
Sekertaris : 1. Bpk Windarto KTAM.876.897
2. Bpk Bambang Triatmo, S.Pd. KTAM.938.807
Bendahara : 1. Bpk Drs. Sukadi KTAM.983.271
2. Bpk Drs. Azadin Imron KTAM.574.269
Ketua Majelis DIKDASMEN :
Sochibur Rocmat, BA.
Ketua Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat :
Drs. A. Baehaki
Ketua majelis Wakaf dan ZIS :
Sugeng Sutrisno

C. KEKUATAN DAN KELEMAHAN DAKWAH MUHAMMADIYAH KUTOWINANGUN
Kelebihan ► merata dan dalam pengembangannya berani mandiri.
Kelemahan ► masyarakat masih sangat dengan tradisi dan adat istiadat
yang salah.

D. KEBERLANGSUNGAN DAKWAH MUHAMMADIYAH KUTOWINAGUN
Dakwah dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan
1. Mengadakan kegiatan :
a. Pengajian Rutin Kamis Pon.
b. Pengajian Rutin Kamis Wage.
c. Pengajian Rutin Minggu pertama pada awal bulan
Pengajian ini dihadiri pimpinan cabang yang lain, pengurus ranting, para ulama muhammadiayah, warga muhammadiyah, dan masyarakat umum.
2. Kegiatan sosial.

LEMBAGA MASYARAKAT

Islam dalam sejarah, seperti telah dilihat mengambil bentuk
negara. Sebagai Negara Islam sudah barang tentu harus mempunyai
lembaga-lembaga kemasyarakataan seperti pemerintahan; hukum,
pengadilan; polisi; pertahanan dan pendidikan.
Masyarakat Islam pada mulanya tersusun atas orang-orang Arab
saja, tetapi dengan tersiarnya Islam ke luar Arabia, orang-orang bukan
Arab masuk Islam dengan menggabungkan diri dengan salah satu suku
bangsa Arab, disebut Mawali. Kaum Mawali dalam prakteknya
mempunyai kedudukan lebih rendah dari orang Arab.
Kedudukan Mawali yang lebih rendah itu di Persia pada akhirnya
membawa kepada gerakan syu'ubiah, suatu gerakan yang dekat
menyerupai gerakan nasionalisme dalam arti modern. Dengan gerakan
syu'ubiah itu, orang-orang Persia ingin menonjolkan kebudayaan lama
mereka kembali dan membuatnya mempunyai kedudukan yang
sederajat dengan kebudayaan Arab dalam masyarakat Islam yang ada di
waktu itu.
Di samping orang-orang Islam, baik Arab maupun bukan Arab,
terdapat pula orang-orang bukan Islam yang memeluk agama-agama
lain, terutama agama Kristen dan Yahudi. Orang-orang ini disebut ahl
al-zimmah. Mereka adalah pemeluk agama
agama lain yang memilih tetap tinggal di bawah naungan Islam dengan
membayar jizyah yang dapat diartikan pajak naungan.
Adapun daerahnya karena begitu luas dibagi kedalam beberapa
propinsi.
Di ketika menurunnya prestise dan kekuasaan Khalifah di zaman
Bani Abbas, pembesar yang berkuasa di pemerintahan pusat bukan lagi
Wazir atau Hajib, tetapi Amir Al-Umara' (Kepala Panglima) atau
Sultan. Sebagai telah disebut, Khalifah Al-Mu'tasim mendirikan
Tentara Pengawal yang terdiri dari orang-orang Turki.
Kepala Daerah pada mulanya diberi nama ‘Amil, dan kemudian
lebih dikenal dengan nama Amir. 'Amil lebih banyak mempunyai tugas
mengumpulkan zakat, sedangkan Amir adalah panglima. Selanjutnya
juga dipakai kata Wali dan Hakim. Di tangan Kepala Daerah-lah
terletak pemerintahan daerah dan karena komunikasi dengan ibu kota
sulit, para Kepala Daerah mempunyai kekuasaan otonom yang bukan
kecil, terlebih-lebih di daerah-daerah yang jauh dari ibu kota, yang pada
mulanya adalah Damaskus dan kemudian Bagdad. Dalam hubungan
dengan pusat pemerintahan, tugas mereka yang terpenting adalah
mengumpulkan zakat dan pajak untuk dikirimkan kepada Khalifah.
Dalam prinsipnya, Kepala Daerah diangkat atas putusan Khalifah,
tetapi dengan berkurangnya kekuasaan Khalifah dan timbulnya Dinastidinasti,
pada mulanya di daerah-daerah yang jauh, tetapi kemudian juga
di daerah-daerah yang dekat dengan Pusat, jabatan Kepala Daerah
mempunyai sifat turun-temurun.
Keuangan negara bersumber terutama pada kharaj, pajak yang
dipungut atas tanah. Kharaj dikumpulkan oleh Kepala Daerah dan
setelah memotong perbelanjaan yang diperlukan oleh daerahnya,
sisanya dikirim ke pusat. Begitu pentingnya pajak ini sehingga di
pemerintahan pusat terdapat suatu departemen khusus untuk
mengurusnya, yaitu. Diwan Al-Kharaj.
Semua penghasilan itu dikumpulkan di Bait Al-Mal. Di zaman
Khalifah Harun Al-Rasyid (786 - 809 M) pendapatan negara berjumlah
500 juta dirham (mata uang perak berharga kira-kira Rp.100,-) setahun.
Bait Al-Mal terbagi dua, Bait Al-Mal Al-'Am dan Bait
Al-Mal AI-Khas. Yang tersebut akhir ini dikhususkan
untuk pengeluaran-pengeluaran yang dilaksanakan Khalifah dan yang
pertama untuk pengeluaran-pengeluaran lainnya. Keduanya dikepalai
oleh satu orang.
Penerimaan dan pengeluaran negara dikontrol oleh suatu departemen
khusus yang diberi nama Diwan Al-Nafaqat atau Diwan Al-Azimmah.
Hubungan antara pusat dengan daerah dan sebalikuya dilakukan
dengan pos (al-barid - ). Sistem pos ini dimulai oleh
Mu'awiah dan berkembang di masa Bani Abbas, sehingga merupakan
satu departemen yang diberi nama Diwan Al-Barid. Kepala
Departemen ini disebut Sahib Al-Barid. Berlainan
dengan pos modern, Al-Barid pada umumnya mengurus korespondensi
negara dan hanya sedikit mengurus korospondensi rakyat. Markas besar
Al-Barid terdapat di Bagdad dan tiap ibu kota mempunyai pusat posnya
sendiri.
Sahib Al-Barid, di samping tugas mengurus pos negara, juga
mempunyai tugas mengepalai urusan intelijen. Kepala-kepala pos
daerah menyampaikan kepadanya berita-berita rahasia - mengenai
keadaan daerah, tingkah laku Kepala Daerah dan lain sebagainya.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai pengganti Nabi dalam
mengurus soal duniawi umat, Khalifah bukan hanya merupakan Kepala
Negara, tetapi juga Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata. Dalam
fungsinya ini ia disebut Amir A1-Mu'minin. Jabatanjabatan
yang terdapat dalam Angkatan Darat ialah Amir (Jenderal),
mengepalai unit yang berjumlah sepuluh ribu orang qa'id mengepalai
seratus, khalifah mengepalai lima puluh dan 'arif memimpin sepuluh
prajurit.
Mereka terbagi dalam dua golongan besar, tentara tetap
(murtaziqah) yang mendapat gaji tetap dan tentara tidak tetap
(mutatawwi'ah) yang mendapat pembayaran hanya selama ikut
berperang. Inti tentara tetap biasanya terdiri dari Tentara Pengawal
Khalifah.
Dalam rombongan tentara terdapat pula insinyur, dokter, qadi
atau hakim untuk mengurus soal pembagian harta perang, penunjuk
jalan (raid) untuk mengurus soal perkemahan, penterjemah dan juru
tulis.
Di samping Angkatan Darat, Kerajaan-kerajaan Islam di masa
lampau juga mempunyai Angkatan Laut. Dalam serangan-serangan ke
daratan Eropa Khalifah-khalifah memakai kapal-kapal yang berjumlah
ratusan.
Dinasti-dinasti lainnya juga mementingkan soal armada
dengan membuat kapal-kapal perang di kota-kota pelabuhan seperti
Alexandria dan Dimyat di Mesir. Sultan Salahuddin, malahan
mempunyai satu departemen yang khusus mengurus soal pembiayaan
dan pemeliharaan kapal-kapal perangnya. Kerajaan Usmani, yang
daerah kekuasaannya meluas sampai ke Eropa, disegani bukan hanya
karena Angkatan Daratnya tetapi juga karena Angkatan Lautnya.
Kapal-kapal perang Sultan Sulayman (1520 - 1566) melayari perairan
Lautan Tengah, Lautan Merah dan Lautan India. Salah satu Panglima
Angkatan Laut Kerajaan Usmani yang terkenal ialah Khairuddin Pasya
yang di Eropa dikenal dengan nama Barbarosa. Aljazair merupakan
markas besarnya dalam serangan-serangan terliadap India dan Spanyol
di abad ke enambelas.
Pendidikan dalam sejarah Islam pada mulanya diberikan di
mesjid, tetapi kemudian di sekolah-sekolah yang disebut kuttab atau
madrasah. Ini merupakan sekolah dasar di mana anak-anak diberi
pelajaran membaca serta menghafal Al-Qur-an, riwayat hidup Nabi
Muhammad, nahwu, sharaf, berhitung dan menulis.
Pelajaran tingkat lebih tinggi diberikan di madrasah. Salah satu
madrasah yang terkenal dalam Islam ialah Madrasah Al-Nizamiah yang
didirikan oleh Nizam Al-Mulk, Perdana Menteri dari Sultan Sultan
Saljuk Alp Arselan dan Nialiksyah, di tahun 1065 M di Bagdad.
Kemudian madrasah-madrasah serupa didirikan di kota-kota lain di
Suria, Persia dan Irak sendiri. Di antara mata pelajaran-mata pelajaran
yang diberikan di madrasah-madrasah ini adalah teologi, hukum Islam,
falsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam yaitu di samping tafsir,
hadis, sejarah Islam dan sebagainya. Mazhab yang diajarkan di sana
adalah mazhab Syafi'i dan aliran teologinya adalah aliran Asy'ariah.
Di antara Mahagurunya terdapat Imam Al-Haramain dan Al-
Ghazali. Imam Al-Haramain mengajar di Nisyapur (Persia) dan Al-
Ghazali mengajar di Bagdad. Dosen disebut mudarris dibantu oleh
seorang asisten, mu'id yang tugasnya ialah membantu mahasiswa yang
lemah daya tangkapnya dalam memahami kuliah yang diberikan dosen.
Di samping madrasah-madrasah AI-Nizamiah terdapat lagi
madrasah Al-Mustansirih yang didirikan Khalifah Al-Mustansir di
tahun 1234 M. Madrasah ini, di samping perpustakaan, juga
mempunyai rumah sakit.
Pendidikan tinggi dibentuk juga di lembaga-lembaga lain seperti
Bait Al-Hikmah yang didirikan Khalifah Al-Makmun di tahun 830 M
di Bagdad dan Dar Al-Hikmah yang dibangun oleh Khalifah Fatimiah
Al-Hakim di Cairo di tahun 1005 M. Di Dar Al-Hikmah diajarkan
aliran Syi'ah. Di Coruova Abd Al-Ra.hman III mendirikan Universitas
Cordova yang dikunjungi mahasiswa Islam dan Kristen, bukan Kristen
dari Spanyol saja tetapi juga dari daerah-daerah lain di Eropa. Untuk
menampung Universitas itu Mesjid Besar Cordova diperbesar. Di tahun
972 M Mesjid Al-Azhar didirikan oleh Panglima Fatimi Jawhar Al-
Saqilli di Cairo yang beberapa tahun kemudian dijadikan Universitas
oleh Khalifah Al-Aziz (975 - 996 M). Sebagai diketahui sampai
sekarang Al-Azhar masih ada dan altan merayakan ulang tahunnya
yang keseribu dalam waktu dekat.
Hukum yang dipakai dalam mengatur masyarakat di zaman
Kerajaan-kerajaan Islam di masa lampau bukan hanya hukum fikih,
tetapi juga hukum sebagai diputuskan oleh Khalifah atau Sultan.
Hukum ini kemudian diberi nama iradah saniyah. Adapula hukum
yang dibuat oleh rapat Menteri dengan persetujuan Khalifah atau Sultan
dan ini disebut qanun..
Qanun mengurus soala-soal administrasi negara dan soal-soal
yang mempunyai corak politik seperti pemberontakan, soal pemalsuan
uang, pelanggaran hukum, dan sebagainya. Hukum dalam bentuk
putusan Khalifah mengurus pertikaian-pertikaian yang biasa timbul
setiap hari.
Di zaman Nabi Muhammad kekuasaan legislatif, exekutif dan
judikatif terkumpul di tangan beliau. Beliaulah yang menentukan
hukum, beliaulah yang menjalankan pemerintahan dan beliau pula lah
yang melaksanakan hukum. Khalifah sebagai pengganti beliau,
bertugas selain dari menjalankan pemerintahan, juga melaksanakan
hukum.
Dalam penyelesaian perkara-perkara, kalau yang menyelesaikannya
ialah Khalifah. Sultan atau Wazir sendiri, maka untuk itu
diadakan hari tertentu setiap minggu di Istana; dan kalau yang
menyelesaikannya ialah qadi atau nazir mazalim, maka sidang
diadakan tiap hari. Sidangnya biasanya mengambil tempat dimesjid.
Untuk menjaga keamanan dalam kota dan sebagainya diadakan
lembaga kepolisian yang disebut syurtah. Kepalanya adalah sahib alsyurtah
dan terkadang disebut juga sahib al-mu'unah atau wali.
Tugasnya ialah mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan kriminil,
memeriksa pelanggaran-pelanggaran hukum dan menghukum orang
yang bersalah. Hukum yang dipakainya dalam hal ini ialah hukum adat
setempat.
Berlainan dengan qadi, sahib al-syurtah mempunyai wewenang
untuk mengadakan pemeriksaan di luar tempat sidang, umpamanya
untuk memeriksa kejahatan kriminil yang betul-betul terjadi atau yang
dilaporkan terjadi ataupun untuk memperoleh pengakuan dari tertuduh.
Sahib al-syurtah dapat bertindak hanya atas pengaduan dari yang
berkepentingan seperti pengaduan tentang pencurian perampasan,
penipuan, perzinahan dan sebagainya.
Dalam sistem pemerintahan Kerajaan Usmani mufti resmi itu diberi
gelar Syaikh Al-Islam. Kalau Syaikh Al-Islam mewakili Khalifah atau
Sultan dalam melaksanakan wewenang agamawinya, Sadr Al-A'zam.
Perdana Menteri, mewakili Kepala Negara dalam melaksanakan
wewenang duniawinya.
Lembaga yang erat hubungannya dengan urusan sosial dalam
Islam adalah wakaf. Wakaf mengandung arti penyerahan harta,
biasanya dalam bentuk tanah, gedong, rumah dan sebagainya, oleh
pemiliknya untuk keperluan-keperluan sosial seperti pembinaan dan
pemeliharaan madrasah, rumah sakit, jembatan, asrama, persediaan air
untuk umum dan sebagainya. Harta yang diwakafkan diurus oleh orang
atau yayasan yang ditunjuk oleh pemberi wakaf dan penghasilan harta
itulah yang dipergunakan untuk keperluan-keperluan sosial tersebut di
atas. Sistem wakaf ini tersebar luas di iunia Islam di masa yang lampau
dan sampai sekarang masih terdapat di beberapa negara.
Administrasinya kemudian diambil oleh negara untuk itu diadakan
Wizarah Al-Awqaf (Kementerian Urusan Wakaf). Di Mesir Wizarah
Al-Awakaf inilah yang mengurus soal-soal mesjid, pembinaan serta
pemeliharaannya, termasuk dalamnya soal pengangkatan dan gaji
imam, muazzin dan pegawai mesjid lainnya. Universitas Azhar
memperoleh keuangannya dari sistem wakaf ini, dan harta yang
diwakafkan untuk Al-Azhar sanggup memberi sumbangan keuangan
ataupun bea-siswa kepada para mahasiswa yang belajar di sana, dan
mengirim tenaga-tenaga pengajar ke negara-negara Islam lainnya atas
tanggungan Al-Azhar sendiri.
Untuk urusan kesehatan telah disebut di atas bahwa wakaf
dipergunakan dalam mendirikan dan membiayai pemeliharaan rumahrumah
sakit. Dari semenjak semula dalam sejarah Islam rumah rumah
sakit telah didirikan oleh berbagai Khalifah. Khalifah AlWalid (705 -
715 M) memberi perintah kepada gubernur-gubernurnya untuk
mendirikan rumah-rumah sakit di daerahnya. Bagdad di bawah Harun
Al-Rasyid (786 - 809 M) telah mempunyai rumah sakit dan demikian
pula Cairo, yang didirikan oleh Ibn Tulun pada tahun 872 M. Nama
yang dipakai untuk rumah sakit waktu itu ialah kata Persia bimaristan.
Rumah-rumah sakit mempunyai bahagian pria dan wanita.
Al-Maristan Al-Mansuri di Cairo yang didirikan oleh Sultan
Mamluk Qalawun di tahun 1284 M, mempunyai gedung sekolah
kedokteran, mesjid, bagian-bagian untuk berbagai macam penyakit
seperti demam panas, disenteri dan sebagainya, laboratorium, apotek,
tempat mandi dan lain-lain.
Di samping rumah-rumah sakit terdapat pula klinik-klinik yang
berkeliling dari satu tempat ke tempat lain untuk memberi pengobatan
kepada masyarakat.
Ilmu kedokteran yang ada di dunia Islam
pada waktu itu lebih tinggi dari ilmu pengobatan yang dilakukan di
Eropa.

ASPEK POLITIK

Persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah bukanlah persoalan tentang keyakinan malahan persoalan politik.
Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam di Mekkah beliau belum dapat membentuk suatu masyarakat yang kuat lagi berdiri sendiri. Umat Islam diwaktu itu baru dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan umat Islam
lainnya, seperti diketahui, terpaksa meninggalkan kota ini dan pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal dengan nama Medinah, yaitu Kota Nabi.
Di kota ini keadaan Nabi dan Umat Islam mengalami perubahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupak umat lemah yang tertindas, di Medinah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat d dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarak yang baru dibentuk itu dan
yang akhirnya merupakan suatu nega suatu negara yang daerah kekuasaannya diakhir zaman Nabi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Medinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah tetapi juga mempunyai sifat Kepala Negara.
Jadi sesudah beliau wafat, beliau mesti diganti oleh orang lain untuk memimpin negara yang beliau tinggalkan. Dalam kedudukan beliau sebagai Rasul, beliau tentu tak dapat diganti. Sebagaimana diketahui dari sejarah pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakr. Abu Bakr menjadi Kepala Negara yang ada pada waktu itu dengan memakai gelar Khalifah, yang arti lafzinya ialah Pengganti (Inggeris : Successor). Kemudian setelah Abu Bakr wafat, Umar Ibn Al-Khattab menggantikan beliau sebagai Khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi Khalifah yang ketiga dan pada
pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak kuat untuk menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh dalam masyarakat Arab pada waktu itu. la mengangkati mereka menjadi Gubernur-gubernur di daerah-daerah yang tunduk kepada
kekuasaan Islam. Gubernur-gubernur yang diangkat oleh Umar, Khalifah yang dikenal sebagai orang kuat dan tidak memikirkan kepentingan sendiri atau kepentingan keluarganya dijatuhkan oleh Usman. Politik nepotisme ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi kedudukan Usman sebagai Khalifah. Sahabatsahabat
Nabi yang pada mulanya menyokong Usman, akhirnya berpaling. Orang-orang yang ingin menjadi Khalifah atau orang-orang yang ingin calonnya menjadi Khalifah mulai pula menangguk di air keruh yang timbul itu. Di daerah-daerah timbul perasaan tidak senang. Di Mesir Amr Ibn Al-Aas dijatuhkan sebagai Gubernur dan diganti dengan Ibn Abi Sarh, salah seorang dari anggauta keluarga Usman. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, lima ratus pemberontak bergerak dari Mesir merruju Medinah. Perkembangan suasana di Medinah selanjutnya membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak dari Mesir itu.
Setelah Usman wafat, Ali Ibn Abi Talib, sebagai calon terkuat, menjadi Khalifah yang ke-empat. Tetapi segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi Khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Dalam peperangan yang terjadi Talhah dan Zubeir mati terbunuh,
sedang Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Tantangan kedua datang dari Mu'awiah, gubernur Damaskus dan anggota keluarga yang terdekat dengan Usman Ibn Affan: Mu'awiah juga tidak mengakui Ali sebagai Khalifah bahkan ia menuduh Ali turut campur tangan dalam soal pembunuhan Usman, karena salah satu dari pemuka pemberontak, Muhammad, adalal anak angkat Ali. Antara kedua golongan akhirnya terjadi peperangan di Siffin, Irak. Tentara Ali dapat mendesak tentara Mu'awiah sehingga yang tersebut akhir ini telah bersedia untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu'awiah, Amr Ibn Al-Aas, yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkatkan Al-Qur-an ke atas. Imam-Imam yang ada dipihak Ali mendesak Ali supaya menerima tawarar itu dan dengan demikian dicarilah perdamaaan dengan mengadakan hakam yaitu arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn Al-Aas dari pihak Mu'awiah dan Abu Musa Al-Asy'aru.dari pihak Ali.
Dalam pertemuan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Sejarah mengatakan bahwa antara keduanya terdapat permufakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu'awiah Dan tradisi menyebut bahwa Abu Musa sebagai yang tertua, berbicara lebih dahulu dan mengumumkan kepada orang ramai putusar menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu. Tetapi Amr, yang berbicara kemudian mengumumkan hanya menyetujui untuk menjatuhkan Ali sebagai telah dijelaskan Abu Musa dan menolak untuk menjatuhkan Mu'awiah. Peristiwa ini merugikan bagi Ali dan menguntungkan bagi Mu'awiah. Mu'awiah yang pada mulanya hanya berkedudukan Gubernur kini telah naik derajatnya menjadi Khalifah yang tidak resmi. Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak diterima Ali dan tak mau meletakkan jabatan sehingga ia mati terbunuh di tahun 661 M. Tetapi ia tidak dapat lagi melawan Mu'awiah, bukan hanya karena telah mempunyai saingan dalam kedudukannya sebagai Khalifah, tetapi juga karena kekuatan militernya telah pula menjadi lemah.
Keadaan Ali menerima tipu muslihat Amr mengadakan arbitrase sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya. Tentara ini mengasingkan diri dan ke luar dari barisan Ali. Mereka terkanal dalam sejarah dengan nama Khawarij, itu orang-orang yang keluar. Mereka mengatur barisan mereka dan selanjutnya menentang Ali. Antara Ali dan mereka terjadi peperangan. Dalam peperangan itu kaum Khawarij kalah, tetapi tentara Ali telah terlalu lemah untuk dapat meneruskan peperangan melawan Mu'awiah. Mu'awiah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah ifatnya Ali ia dengan mudah dapat memperkuat kedudukannya bagai Khalifah di tahun 4661 M.
Dari sejarah ringkas di atas dapat dilihat bahwa pada waktu itu telah timbul-tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi’ah, golongan yang keIuar dari barisan Ali yaitu. Kaum Khawarij dan golongan Mu’awiyah, yang kemudian membentuk Dinasti Bani Ummayah dan membawa sistem kerajaan dalam Islam.
Perlu dijelaskan bahwa khalifah (pemerintahan); yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajaan; tetapi lebih dekat merupakan republic, dalam arti, Kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun. Sebagai diketahui Khalifah pertama adalah Abu Bakar dan beliau tidak mempunyai hubungan darah dengan Nabi Muhammad. Khalifah kedua, Umar ibn Al-Khattab,
juga tidak mempunyai hubungan darah dengan Abu Bakar, demikian pula Khalifah ketiga Usman Ibn Affan dan halifah keempat Ali Ibn Talib, satu sama lain tidak mempunyai ubungan darah. Mereka adalah sahabat Nabi dan dengan demikian hubungan mereka sesama mereka merupakan hubungan persahabatan.
Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah bukan atas tunjukan Nabi Muhammad, karena beliau wafat dengan tidak meninggalkan perintah ataupun pesan tentang pengganti beliau sebagai Kepala negara. Abu Bakar diangkat atas dasar permufakatan pemuka-pemuka Ansar dan Muhajirin dalam rapat Saqifah di Medinah. Pengangkatan itu kemudian mendapat persetujuan dan pengakuan mat, yang dalam istilah Arabnya disebut bay'ah ( ).
Umar menjadi Khalifah kedua atas pencalonan Abu Bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat. Penentuan Usman sebagai pengganti Umar dirundingkan dalam rapat Enam Sahabat. Usman juga segera mendapat bay'ah dari umat. Setelah Usman mati terbunuh, Alilah merupakan calon terkuat untuk menjadi Khalifah keempat. Tetapi bay’ah yang diterima Ali tidak lagi sebulat bay'ah yang diberikan umat kepada khalifah-khalifah sebelumnya. Khalifah Ali, sebagai dilihat di atas, mendapat tantangan dari Mu'awiah di Damaskus dan dari Talhah, Zubeir dan Aisyah di Mekkah.
Demikianlah ungkapan sejarah tentang pengangkatan sahabatsahabat Nabi Muhammad itu menjadi Khalifah. Jelas bahwa cara pengangkatan Kepala Negara sebagai yang diungkapkan sejarah ini, bukanlah cara yang dipakai dalam sistem kerajaan. Cara itu lebih sesuai untuk dimasukkan ke dalam sistem pengangkatan Kepala Negara dalam pemerintahan demokrasi.
Dalam pada itu perlu ditegaskan bahwa menurut pendapat umum yang ada dizaman itu, seorang Khalifah haruslah berasal dari suku Quraisy. Pendapat ini didasarkan atas hadis yang membuat Quraisy mempunyai kedudukan lebih tinggi dari suku-suku Arab lainnya dan terutama hadis : Imam-imam adalah dari Quraisy ( ). Keempat Khalifah Besar memang orangorang ternama dari suku Quraisy dan demikian juga dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas, semuanya berasal dari suku Nabi Muha.mmad itu. Pendapat ini kemudian menjadi teori ketatanegaraan yang dianut oleh Ahli Sunnah.
Kaum Khawarij tidak setuju dengan faham di atas. Menurut pendapat mereka khilafah (jabatan Kepala Negara) bukanlah hak monopoli dari suku Quraisy. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya, bahkan juga tidak antara Arab dan bukan Arab. Oleh karena itu dalam teori politik mereka; tiap orang
Islam sekalipun ia bukan orang Arab, boleh menjadi Khalifah, asal saja ia mempunyai kesanggupan untuk itu.
Dan berlawanan dengan faham yang dibawa oleh Mu'awiah, khalifah bagi kaum Khawarij tidak mempunyai sifat turun-temurun dari bapak kepada turunannya. Dengan lain kata, mereka tidak setuju dengan sistem kerajaan. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa Khalifah yang melanggar ajaran-ajaran agama wajib dijatuhkan, bahkan dibunuh.
Sementara itu, seorang pemuka Khawarij bernama Najdah Ibn Amr Al-Hanafi mempunyai faham bahwa Kepala Negara diperlukan hanya jika maslahat umat menghendaki yang demikian. Pada hakekatnya, demikian Najdah, ummat tidak berhajat pada adanya Khalifah atau Imam untuk memimpin mereka. Dalam hal ini, ia sebenarnya dekat dengan faham komunis yang mengatakan bahwa negara akan hilang dengan sendirinya dalam masyarakat komunis.
Kaum Khawarij dalam sejarah pecah menjadi beberapa kelompok, tetapi perbedaan faham mereka berkisar sekitar masalahmasalah teologi. Hal ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam pembahasan aspek teologi.
Tetapi bagaimanapun, teori politik mereka bersifat lebih demokratis dari teori-teori politik yang dianut oleh golongan-golongan politik Islam lain dizaman itu.
Kaum Syi'ah, berlainan dengan kaum Khawarij, berpendapat bahwa jabatan Kepala Negara bukanlah hak tiap orang Islam, bahkan pula tidak hak setiap orarag Quraisy, sebagai tersebut dalam teori yang kemudian dianut oleh Ahli Sunnah itu. Dalam faham kaum Syi'ah imamah (jabatan Kepala Negara) adalah hak monopoli Ali Ibn Abi Talib dan keturunannya. Perlu ditegaskan bahwa nama yang dipakai golongan Syi'ah untuk Kepala Negara adalah Imam.
Sesuai dengan faham yang dibawa oleh Mu'awiah, imamah dalam teori Syi'ah mempunyai bentuk kerajaan dan turun-temurun dari bapak ke anak, seterusnya ke cucu dan demikian selanjutnya. Semestinya yang menggantikan Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara dalam faham Syi'ah, adalah anak beliau. Tetapi karena beliau tak mempunyai anak laki-laki yang hidup, jabatan itu seharusnya pergi ke anggotakeluarga beliau yang terdekat.
Ali Ibn Abi Talib, adalah anak paman beliau dan yang terpenting lagi adalah pula menantu beliau. Oleh karena itu, Ali-lah anggota keluarga Nabi yang terdekat. Dengan demikian, yang menggantikan Nabi Muhammad sebagai Kepala Negara seharusnyalah Ali, dan seterusnya anak-anak serta cucu-cucunya dan bukan Abu Bakar, Umar, Usman, Bani Umayyah dan Bani Abbas. Oleh sebab itu khilafah Abu Bakar, Umar dan Usman tidak diakui oleh kebanyakan kaum Syi'ah dan demikian juga pemerintahan Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbas.
Dalam sejarah mereka memang menentang Dinasti Bani Umayyah dan aktif bekerja sama dengan Bani Abbas dalam menjatuhkan Kerajaan yang dibentuk Mu'awiah itu. Tetapi setelah ternyata bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan untuk mereka sendiri dan kemudian membentuk Dinasti Bani Abbas, kaum Syi'ah mengambil sikap melawan terhadap mereka. Perlawanan itu menjelma dalam bentuk gerakan-gerakan seperti yang dijalankan golongan Qaramitah, Hasysyasyin, dan sebagainya. Gerakan mereka akhirnya mewujudkan khilafah Syi'ah di Mesir, yaitu khilafah Fatimiah (969 -
1171 M) dan kerajaan Syi'ah di Iran semenjak tahun 1502 M.
Dalam pada itu, kaum Syi'ah juga pecah ke dalam beberapa golongan. Yang terbesar ialah golongan Syi'ah Dua belas ( ). Mereka disebut Syi'ah Duabelas karena mereka mempunyai duabelas Imam Nyata ( ). Imam Pertama sudah barang tentu Ali Ibn Abi Talib sedang Imam Keduabelas adalah Muhammad Al- Muntazar.
Pada Muhammad Al-Muntazar berhenti rangkaian Imam-imam Nyata, karena Muhammad tidak meninggalkan keturunan. Muhammad, sewaktu masih kecil, hilang di dalam gua yang terdapat di Mesjid Samarra (Iraq). Menurut keyakinan kaum Syi'ah Duabelas. Imam ini menghilang baut sementara dan akan kembali lagi sebagai Al-Mahdi untuk langsung memimpin umat. Oleh karena itu ia disebut Imam Bersembunyi ( ) atau Imam Dinanti, ( ). Selama bersembunyi ia memimpin umat melalui Raja-raja yang memegang kekuasaan dan ulama-ulama mujtahid Syi'ah.
Syi'ah Duabelas menjadi faham resmi di Iran semenjak permulaan abad ke-enambelas, yaitu setelah faham itu dibawa ke sana oleh Syi'ah Ismail. Di samping Syi'ah Duabelas ada pula Syi'ah Ismailiah. Imamimam mereka sampai dengan Imam Keenam masih sama dengan - Imam-imam Syi'ah Duabelas.
Perbedaan mulai timbul pada Imam Ketujuh. Ismail, anak dari Ja'far Al-Sadiq, lebih dahulu meninggal dunia dari pada Imam Keenam ini. Oleh karena itu, tempat Ismail sebagai Imam Ketujuh diganti oleh adiknya Musa AI-Kazim. Faham inilah yang dianut oleh Syi'ah Duabelas. Tetapi sebagian lain dari kaum Syi'ah tidak setuju dengan pengangkatan itu dan tetap setia pada Ismail, sungguhpun ia telah meninggal dunia. Bagi mereka Ismailla Imam Ketujuh dan bukan Musa Al-Kazim.
Karena mengakui hanya tujuh Imam Nyata, Syi'ah Ismaili, ini juga disebut Syi'ah Tujuh, sungguhpun pada akhirnya tidak semua berpegang teguh pada faham ini. Khalifah-khalifah Fatimi di Mesir, golongan Qaramitah, Hassyasyin, kaum Ismaili di India, Pakistan dan Iran, dan kaum Duruz di Lebanon dan Syiria termasuk dalam golongan Syi'ah Ismailia.
Selanjutnya ada lagi Syi'ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid Ibn Ali Zain Al-Abidin. Berlainan dengan Syi'ah Duabelas dan Syi’ah Ismailiah mereka tidak menganut teori Imam Bersembunyi. Imam harus langsung memimpin umat. Jabatan Imam harus berasal dari keturunan Ali dan Fatimah. Demikian faham mereka.
Syi'ah Zaidiah dalam sejarah membentuk kerajaan di Yaman dengan San'a sebagai ibu kota. Beberapa tahun yang lalu bentuk kerajaan ini dirobah menjadi republik, setelah terjadinya revolusi di negara itu.
Di samping ketiga golongan besar ini, masih ada golongangolongan kecil seperti Syi'ah Saba'iah, pengikut Abdullah Ibn Saba', Syi'ah Al-Ghurabiah, Syi'ah Kisaniah, pengikut Al-Mukhtar Ibn Ubaid Al-Tsaqafi dan Syi'ah Al-Rafidah.
Sebelum melanjutkan uraian, ada baiknya disimpulkan dahulu yang telah diterangkan di atas. Teori politik yang pertama timbul dari perkembangan politik ini terjadi dalam sejarah Islam ialah mengenai jabatan Kepala Negara. Di zaman Nabi Muhammad jabatan itu mempunyai bentuk yang unik. Beliau, sebagai Rasul yang diutus Tuhan, membawi ajaran-ajaran yang bukan hanya bersangkutan dengan hidup kerohanian tetapi juga ajaranajaran mengenai hidup keduniaan manusia. Oleh karena itu Nabi
mempunyai kedudukan, bukan hanya sebagai Kepala Agama, tetapi juga sebagai Kepala Negara. Dengan lain kata, alam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spirituil dan kekuasaan sekuler. Beliau menjadi Kepala Negara bukanlah atas penunjukan dan pula bukan atas dasar hak turun-temurun. Beliau sebagai Rasul secara otomatis menjadi Kepala Negara.
Siapa yang berhak menjadi Kepala Negara sebagai pengganti beliau dan bagaimana cara pengangkatannya, itulah yang menimbulkan perbedaan faham di bidang politik dalam Islam. Sebagaimana dilihat kaum Khawarij berpendapat bahwa yang berhak untuk menjadi Kepala Negara ialah semua orang Islam dan cara penentuan dan mengangkatan ialah pemilihan. Syi'ah, sebaliknya, berpendapat bahwa hanya keturunan Ali yang berhak menjadi Kepala Negara dan hak itu bersifat turun-temurun. Ahli Sunnah berpendapat bahwa hak itu dimiliki oleh suku Quraisy dan pengangkatannya ialah melalui pemilihan. Tetapi di samping itu ada pula yang menyetujui penentuan melalui keturunan.
Sementara itu timbul pula perbedaan faham tentang sifat dan kekuasaan Kepala negara. Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Fatimiah berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad, sebelum beliau wafat, telah menentukan Ali sebagai penggantinya. Dalam istilah Syi'ah. Ali adalah wasi ( ) Nabi Muhammad, yaitu pengganti yang kepadaya dilimpahkan Nabi sepenuh kepercayaan. Wasi sesudah Ali adalah Hasan, kemudian Husein dan seterusnya cucu-cucu Nabi.
Imam mempunyai sifat kekudusan yang diwarisi dari Nabi, dalam arti Ali menerima waris itu dari Nabi, Hasan dan Husein dari Ali, Ali Zainal Abidin dari Husein dan demikianlah seterusnya oleh cucu-cucu beliau. Di samping itu Imam mempunyai kekuasaan untuk membuat hukum. Perbuatan-perbuatan serta ucapan-ucapan Imam tidak bias bertentangan dengan syariat. Dengan demikian bagi kaum Syi'ah, Imam
hampir sama sifat dan kekuasaannya dengan sifat dan kekuasaan Nabi. Imam dan Nabi sama-sama tak dapat berbuat salah dan sama-sama dapat membuat hukum. Perbedaan terletak dalam keadaan Nabi menerima wahyu sedang Imam tidak.
Faham-faham di atas sama-sama dianut oleh Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Ismailiah. Tetapi di antara golongan Ismailiah ada yang membawa faham-faham itu bersifat ekstrim. Sehubungan dengan kesucian Imam dari perbuatan salah, mereka umpamanya berpendapat bahwa sungguhpun Imam melakukan perbuatan salah, perbuatannya itu sebenarnya tidak salah. Dengan lain kata perbuatan yang bagi manusia
biasa merupakan perbuatan salah, bagi Imam, itu tidak merupakan perbuatan salah. Imam mempunyai ilmu batin, dan dengan ilmu batin itu ia mengetahui hal-hal yang tak dapat diketahui manusia biasa. Apa yang salah dalam pandangan manusia biasa, tidak mesti salah dalam pandangan Imam. Ada lagi yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil
tempat dalam diri Imam, dan oleh karena itu Imam disembah. Khalifah Fatimi Al-Hakim lbn Amrillah berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat Tuhan, dan oleh karena itu memaksa rakyat supaya menyembahnya.
Syi'ah Zaidiah, berlainan dengan Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Ismailiah berpendapat bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nabi tidak mengatakan bahwa Ali-lah yang akan menjadi Imam sesudah beliau wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat Imam yang akan menggantikan beliau. Ali
diangkat menjadi Imam, karena sifat-sifat itu terdapat dalam dirinya. Di antara sifat-sifat yang dimaksud ialah takwa, ilmu, kemurahan hati dan keberanian dan untuk Imam sesudah Ali ditambahkan sifat keturunan Fatimah.
Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi Imam terbaik ( ), Tetapi dalam pada itu pemuka yang tidak mencapai sifat terbaik boleh juga menjadi Imam. Kalau yang pertama disebut Imam afdal yang kedua disebut Imam mafdul ( ). Oleh karena itu Syi'ah Zaidiah dapat mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka diakui sebagai Imam-Imam mafdul dan bukan Imam-imam afdal.
Di samping yang tersebut di atas ada lagi faham-faham yang iajukan oleh Syi'ah ekstrim ( ) tentang sifat Ali. Al Saba'iah menganggap Ali Tuhan dan tidak mati terbunuh, tetapi naik ke langit. Al-Ghurabiah mengatakan bahwa wahyu sebenarnya urunkan untuk
Ali, tetapi Jibril salah dalam rnenganggap Mu.nmad adalah Ali. A1- Nusairiah juga berpendapat bahwa Ali adalah Tuhan, atau sekurangkurangnya dekat menyerupai Tuhan. Golongan Syi'ah ekstrim serupa ini tidak diakui oleh golongan Syi'ah lainnya.
Ahli Sunnah tidak menerima faham-faham tersebut di atas. Bagi mereka Ali dan keturunannya adalah manusia biasa, sama dengan Abu Bakar, Umar, Usman dan lain-lain. Oleh karena itu Jabatan Kepala Negara dalam teori mereka tidak dikhususkan untuk Ali dan keturunannya dan kalaupun dikhususkan hanya untuk suku Quraisy.
Sementara itu Ahli Sunnah membahas soal khalifah dari aspekaspek lain. Pembahasan serupa itu dijumpai dalam buku-buku ilmu kalam atau buku-buku yang khusus membahas soal ketatagaraan dalam Islam, seperti, Al-Ahkam Al-Sultaniah, karangan Al-Mawardi.
Menurut Al-Mawardi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah atau Imam, selain kesukuan Quraisy antara lain adalah sifat-sifat adil, berilmu, sanggup mengadakan ijtihad, sehat mental dan fisik, berani dan tegas. Imam dipilih oleh orang-orang yang berhak untuk memilih ( ). Sifat-sifat yang diperlukan untuk menjadi pemilih adalah adil, mengetahui syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah, dan kesanggupan untuk menentukan dengan bijaksana siapa yang berhak untuk menjadi Kalifah di antara calon-calan yang ada. Pemilih-pemilih itu disebut ahl al hal waal aqad ( ) yaitu orang-orang yang dapat menentukan. Dengan mendapat bay'ah (pengakuan). Khalifah sebenarnya telah mengikat janji (kontrak) dengan umat. Dari pihak nya perjanjian itu merupakan janji yang mengandung arti bahwa ia akan menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan tulus ikhlas, dan dari pihak umat, itu mengandung arti bahwa mereka akan patuh pada Khalifah. Tetapi kepatuhan umat kepadanya akan hilang kalau sifat-sifat yang membuatnya berhak menjadi Khalifah hilang pula, umpamanya sifat keadilan hilang, atau kesehatan mental atau fisik rusak, demikianlah seterusnya. Khalifah dapat diganti, kalau ia ditangkap menjadi tawanan, atau kekuasaannya dirampas oleh seorang Sultan atau Amir, dan Khalifah dengan demikian kehilangan kemerdekaan. Adanya dua Khalifah dalam suatu Negara tidak boleh. Demikian sebahagian dari teori-teori politik yang dimajukan oleh Al- Mawardi. Al-Ghazali, berlainan dengan kaum Khawarij, berpendapat, bahwa Khalifah tidak dapat dijatuhkan, walaupun Khalifah yang zalim. Menggulingkan Khalifah yang zalim tapi kuat, akan membawa kekacauan dan pembunuhan dalam masyarakat. Al-Ghazali mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Khalifah dapat menyerahkan kekuasaan untuk memerintah kepada Sultan yang berkuasa. Dalam sejarah Dinasti Bani Abbas memang terdapat Sultan10 sultan yang berkuasa di samping Khalifah-khalifah yang lemah. Sebagai dilihat di atas, tidak jarang bahwa Khalifah hanya merupakan boneka dalam tangan Sultan. Ibn Jama'a sama dengan Al-Ghazali, lebih mengutamakan ketertiban dalam masyarakat daripada pemerintahan yang zalim. Patuh kepada kekuasaan adalah kewajiban yang diharuskan agama. Penentuan pengganti oleh seorang Khalifah, dalam pendapat Ibn Jama'a, merupakan salah satu bentuk pemilihan. Selain dari kaum teolog, kaum filosof Islam juga membahas soal politik dalam Islam. Al-Farabi umpamanya, meninggalkan buku bernama AI-Madinah AI-Fadilah ( ) Negara Terbaik. Di dalamnya ia menguraikan bahwa negara terbaik ialah negara yang dikepalai seorang Rasul. Tetapi karena zaman Rasul-rasul telah selesai, maka negara terbaik kelas dua ialah negara yang dikepalai oleh seorang filosof. Dalam pemikiran politiknya, Al-Farabi banyak dipengaruhi oleh filosof Yunani, Plato. Ibnu Sina juga berpendapat bahwa negara terbaik adalah negara yang dipimpin Rasul dan sesudah itu negara yang dipimpin filosof, Khalifah harus orang yang ahli dalam soal hukum (Syari'ah) memen tingkan soal spirituil dan moral rakyat, dan mesti bersikap adil. Ia harus membawa umat kepada kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Selasa, 07 April 2009

RESUME AGAMA DAN PENGERTIAN AGAMA DALAM BERBAGAI BENTUKNYA

Dalam bahasa Arab,Din mengandung arti menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang menjadi hutang baginya. Yang menjalankan kewajiban dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari Tuhan. Religi berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Tetapi menurut pendapat lain kata itu berasal dari religare yang berarti mengikat.
Oleh karena itu agama diberi definisi-definisi sebagai berikut:
Pengakuan terhadap adamya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
Pengakuan terhadap adanya kekuatan yang menguasai manusia.
Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sunber yang berada di luar diri manusia yang mempengarui perbuatan-perbuatan manusia.
Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
Suatu sisitem tingkah laku ( code of conduct ) yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia
Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
Dengan demikian unsur-unsur penting yang terdapat dalam agama ialah:
Kekuatan gaib:Manusia merasa dirimya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib ini.
Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti ny terdapat dalam agama-agama primitf, atau perasaan cinta, seperti yang terdapat dalam agama-agama monoteisme.
Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu. Agama ada yang bersifat premitif dan ada pula yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat ialah dinamisme, animisme, dan politeisme.

Tujuan beragama disini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi.kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu sebagai halnya dalam agama dinamisme ialah juga dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita,kepercayaan pada roh masih ada,misalnya pemberian sesajen, selamatan yang masih banyak juga dilakukan, kepercayaan pada ”orang halus”dll, semua ini adalah peninggalan dari kepercayaan animisme,masyarakat kita dizaman yang silam. Politeisme adalah kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam kepercayaan ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh tapi oleh dewa-dewa. Dewa dalam politesme telah mempunyai tugas tertentu, misalnya ada yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas kepermukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno Surya dan dalam agama Persia Kuno mithra. Ada pula dewa yang bertugas menurunkan hujan yang disebut Indera dalam Donar dalam agama Jerman Kuno. Ada pula dewa angin yang diberi nama Wata dalam agama India kuno dan Wotan dalam agama Jerman Kuno. Dewa-dewa diyakini lebih berkuasa oleh karena itu tujuan hidup beragama bukanlah hanya memberi sesajen dan persembahan kepada dewa-dewa itu. Dalam ajaran agama hindu ada tiga dewa yang mengambil bentuk brahma-Wisnu-Siwa, dalam agama weda Indra-vithra-varuna,dalam agama mesir kuno osiris-isis-herus,dalam agama arab jahiliyah Al-lata-Al-Uzza-Matta.
Henoteisme adalah mengakui tuhan untuk satu bangsa dan bangsa lain mempunyai tuhannya sendiri.dalam masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi dinamisme,animisme,politeisne atau henoteisme tetapi agama monoteisme dan agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah tuhan satu,tuhan yang maha esa,pencipta alam semesta. Seterusnya menjadi keyakinan dalam agama monoteisme bahwa diantara kedua hidup,hidup kedualah yang lebih penting dari hidup yang pertama. Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material saja tetapi juga keselamatan hidup spiritual. Dan sebenarnya inilah kata islam yang menjadi nama agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak tuhan.dengan menyerahkan diri yaitu dengan patuh kepada perintah dan larangan tuhan. Disinilah letak perbedaan besar antara agama primitive dan dan agama monoteisme. Dalam agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan supernatural dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam monoteisme manusia sebaliknya tunduk pada kemauan Tuhan. Agama hindu atau Hindu Dharma Dengan ajaranya tentang Tuhan Yang Maha Esa memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang Hyg Widhi. Persatuan roh dengan badan menimbulkan kegelapan. Badan akan hancur tetapi roh atau atma akan kekal.Cara mengadakan hubungan dengan Tuhan untuk mencapai kesucian ialah sembah yang di Pura atau di ruman dan merayakan hari cuci.
Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan kembal ke Tuhan. Jalan untuk membersikan dan mensucikan roh ialah ibadah yang di ajarkan islam yaitu,shalat,puasa,zakat dan haji.Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak akan dapat merubah kehidupan manusia. Tidak mengherankan agama selalu diidentifikasikan dengan moralitas.Karena agama mempunyai sifat mengikat pada para pemeluknya,maka ajaran – ajaran moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari ajaran-ajaran moral yang di hasilkan falsafat dan pemikiran manusia..
Agama-agama yang di masukkan ke dalam kelompok aama monoteisme , sebagai disebut dalam ilmu perbandingan Agama, adalah islam , Yahudi, Kristen dengan kedua golongan Protestan Khatolik yang terdapat di dalamnya, dan Hindu. Ketiga agama tersebut pertama merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak termasuk dalam rumpun ini.
Di antara ketiga Agama serupa ini yang pertama dating ialah agama Yahudi dengan nabi-nabi Ibrahim, smail, yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen dengan nabi Isa, yang dating untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan terakhir dating adalah agama Islam dengan Nabi Muhammad s.a.w. ajaran yang beliau bawa adalah ajaran yang di berikan kepada nabi Ibrahim, Musa, Isa. Sebagai di terangkan oleh Al_quran ,ajaran murni itu adalah islam, Menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian di antara agama besar yang ada sekarang, Hanya Islamlah yang memelihara faham monoteisme yang murni. Monoteisme Kristen dengan paham Trinitasnya dan Monoteisme Hindu dengan faham politeisme ang banyak terdapat di dalamnya tidak dapat dikatakan monoteisme murni.

Rabu, 07 Januari 2009

MUHAMMADIYAH DI DESA DADIREJO

A. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI DADIREJO
Muhammadiyah berdiri di Dadirejo sekitar tahun 1967 dengan pendirinya sebagai berikut:
1. Bpk Amat Nasran
2. Bpk Marto Asmoro
3. Bpk Hadi Martono/Daroji
4. Bpk Hadi Mubadri
5. Bpk R.S. Rishadi
Pada awalnya Muhammadiyah di Dadirejo didirikan dengan tujuan untuk memurnikan agama supaya bisa beribadah sesuai tuntunan nabi SAW dan perintah Allah SWT. Pemicu yang lebih besar adalah dengan adanya SMP Kristen Widodo sehingga masyarakat takut kalau-kalau masyarakat Dadirejo tertarik masuk kristen, tokoh NU Kyai Durrohim mengadakan rapat akbar untuk membubarkan SMP Kristen Widodo. Pada perkembangannya SMP Widodo berhasil dibubarkan dan diganti dengan SMP Gotong Royong. Pada akhirnya Bpk Amat Nasran dan para tokoh lainnya mengusulkan pada PCM untuk mendirikan PRM di Dadirejo mengingat Dadirejo merupakan batas Jogja-Purworejo dan hanya Dadirejo yang belum ada Muhammadiyah.

B. STRUKTUR ORGANISASI PRM DADIREJO
Penasehat : H.M. Badri
Ketua : 1. Bpk R.S. Rishadi
2. Bpk Basid B.A.
Sekertaris : 1. Bpk Idi Raharjo
2. Bpk Sigit Gunawan
Bendahara : 1. Budi Santoso
2. Sagiman S.pd

C. KEKUATAN DAN KELEMAHAN DAKWAH MUHAMMADIYAH DADIREJO
Kelebihan ► merata dan dalam pengembangannya berani mandiri.
Kelemahan ► masyarakat masih sangat dengan tradisi dan adat-adat
yang salah.

D. KEBERLANGSUNGAN DAKWAH MUHAMMADIYAH DADIREJO
Dakwah dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan
1. Mengadakan kegiatan :
a. Pengajian Rabu legi malam kamis pahing
b. Pengajian Jum’at wage malam sabtu kliwon (khusus pimpinan).
2. Silaturahmi (dor to dor) untuk membenarkan yang salah.
3. Kegiatan sosial
Menyantuni anak yatim dan membantu orang miskin
4. Pendidikan Islam sejak dini
a. TPQ masih di PCM
b. TPI membaur dengan masyarakat (NU).

E. LAIN-LAIN
1. Fasilitas.
a. Mushola 2 buah dan satu lagi masih dalam proses perpindahan hak milik.
b. Masjid 1 buah.
c. TPI milik bersama dengan warga NU.
d. Tanah wakaf 1 Ha.
2. Jumlah anggota Muhammadiyah.
a. Yang terdaftar dan mempunyai kartu anggota Muhammadiyah 22 orang.
b. Yang lain belum.
3. Donatur PRM Dadirejo.
a. Belum ada donatur tetap.
b. Dana diperoleh dari iuran warga.

Sabtu, 03 Januari 2009

gerakan muhammadiyah


a. Biografi dari Muhammadiyah
Ahmad Dahlan Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum). b. Berdirinya Muhammadiyah dan berikut hal-hal yang Melatarbelakangi Berdirinya Sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah sumber buku : Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis) Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. EdAhmad Adaby Darban , SU Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis. Arti Bahasa atau estimologis : Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan .Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir .Denga demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah , tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa , geografis , etnis , dsb. Arti Istilah atau terminologis : Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar , berasa Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA . Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik )dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata - mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita. Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah1.Faktor subyektif Faktor Subyektif yang sangat kuat , bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdiri8nya Muhammadiyah adlah hasil pendalaman KHA . Dahlan terhadap Al Qur'an dalm menelaah , membahas dan meneliti dan menbkaji kandunagn isinya .Sikap KHA Dahlan seprti ini sesunguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat .Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA Dahaln ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : :"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar , merekalah orang - orang yanag beruntung ". Memahami seruan diatas , KHA Dahlan tergerak hatinya untuk membangansebauh perkumpulan , organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada malaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita . 2. Faktor Obyektif Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia. Faktor obyektif yang bersifat internal a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi” Faktor obyektif yang bersifat eksternal a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. c. Lambang Muhammadiyah a. Bentuk Lambang Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun. b. Maksud Lambang Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya. Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24: ”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”. Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14: ”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang”. Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan.Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18). Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107). d. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah e. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya. Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti: a. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain. b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalahartikan. c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah. Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai berikut: 1. Bidang Keagamaan Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan keagamaan semata-mata. o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum o Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A. 2. Bidang Pendidikan Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar. Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja. Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan: o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan o Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. 3. Bidang Kemasyarakatan Muhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti: o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya. o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka. o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam. o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan. o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi. 4. Bidang Politik Kenegaraan Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik. Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya: o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu. o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya. o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya. Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini. Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah! Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”. Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. 5. Tentang Perkembangan Muhammadiyah Sebelum, Sesudah dan Sampai Sekarang? Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dnan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan zabar dan tawakal, yang akhirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat samapi tapal batas paling timur, dan wilayah paling utara maupun selatan Indonesia, telah dimasuki muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, di samping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan Islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi: 1. Perkembangan secara vertical Yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana. 2. Perkembangan secara horizontal Yaitu perkembangan dan perluasan Muhammadiyah yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta benyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Disamping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah Organisasi Otonom (ORTOM) ini ada beberapa buah, yaitu: o ‘Aisyiyah o Nasyiatul ‘Aisyiyah o Pemuda Muhammadiyah o Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) o Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) o Tapak Suci Putra Muhammadiyah o Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan. Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam kelompok muda ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. f.. Perkembangan Muhammadiyah Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah. Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi: 1. PERKEMBANGAN SECARA VERTIKAL; yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana. 2. PERKEMBANGAN SECARA HORIZONTAL; yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu: - ’Aisyiyah - Nasyiatul ’Aisyiyah - Pemuda Muhammadiyah - Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) - Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) - Tapak Suci Putra Muhammadiyah - Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan. Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. g. Periodisasi/Kepemimpinan Muhammadiyah a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923) Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern. b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932) Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah. c. Periode KH. Hisyam (1932-1936) Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya. d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942) Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah. Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula ”langkah dua belas yaitu: a. Memperdalam masuknya iman b. Memperluas faham agama c. Memperluas budi pekerti d. Menuntun amal intiqad (mawas diri) e. Menguatkan keadilan f. Menegakkan persatuan g. Melakukan kebijaksanaan h. Menguatkan majelis tanwir i. Mengadakan konperensi bagian j. Mempermusyawarahkan gerakan luar . e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953) Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya. Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian. f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959) KH. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih. Kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies (10945), HM Faried Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KHA Badawi (9900), KH. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimedjo (8568), Dr. Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9 orang itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa jabatan beliau antara lain: a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain membicarakan pokok-pokok konsepsi negara Islam. b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan: - Muhammadiyah tetap Muhammdiyah. Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah politik diserahkan kepada partai Masyumi. - Anggoto-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam. - Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus. - Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi. - Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang. g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968) Dalam periode ini kebetulan negara indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa Kpribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968) Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah. i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971) Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971) duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-bidang lainnya”. j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990) Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah. Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi. k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995) Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan: A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi: 1. Bidang Konsolidasi Gerakan 2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan 3. Bidang Kemasyarakatan. B). Program Muhammadiyah (1990-1995) 1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi: - Konsolidasi Organisasi - Kaderisasi dan Pembinaan AMM - Bimbingan keagamaan - Peningkatan hubungan dan kerjasama 2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi: - Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam - Penelitian dan Pengembangan - Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan 3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi: a. Kenyakinan Islam b. Pendidikan c. Kesehatan d. Sosial dan Pengembangan Masyarakat e. Kebudayaan f. Partisipasi kelompok. l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000) Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada: a. Global b. Masalah Dunia Islam c. Masalah nasional d. Permasalahan Muhammadiyah e. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas: - Pemikiran keagamaan - Ilmu dan Teknologi - Pengembangan basis ekonomi - Gerakan sosial kemasyarakatan - PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran. h. Khittah Muhammadiyah? khittah perjuangan Muhammadiyah I. pola dasar Perjuangan 1. Muhammadiyah berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang bersumber paa ajaran Islam. 2. Dakwah Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar dalam arti dan proporsi yang benar-benar i. Tiga identitas Muhammadiyah 1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit. 2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah IslamMuhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif. Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan. 3. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni : a) pemurnian b) peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahihSedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an dan AS Sunnah shahih. Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju. Ø Pemurnian (Purifikasi)Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.Ø Peningkatan, pengembangan, modernisasi Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah. Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah. Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untuk beridentitas ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi. KESIMPULANDengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh muhammadiyah mau tidak mau harus segera di cari obat penawar agar muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di sisi ideologi muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran pemberdayaan Ahmad Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya institusi organisasi dalam hal ini muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang mustahil akan terjadi manakala muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-muhammadiyahan.Dengan demikian warga muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran KH.Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif dan inotvatif.